TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan bahwa pada dasarnya tidak ada yang berbeda soal data beras yang digunakan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah menjelaskan bahwa Kementan menggunakan data yang bersumber dari BPS pada saat survei stok beras nasional pada periode Maret-Juni 2022.
Baca: Mendag: Bulog Sudah Beli Beras di Luar Negeri, tapi Belum Impor
“Sebenarnya tidak berbeda cuma pada saat itu sumber datanya sama dari Kementan sama, Bapanas sama, dari bulog sama data produksinya. Kalau berbicara stok itu berbeda karena BPS kan menghitung hasil surveinya Maret sampai Juni ketika panen,” jelas Habibullah kepada awak media di Jakarta, Selasa 29 November 2022.
Dalam survei tersebut tercatat Indonesia memiliki stok 6,71 juta ton beras yang tersebar di rumah tangga, dan luar rumah tangga seperti hotel, restoran, dan kafe (horeka).
Perinciannya, 3 juta ton atau 50,5 persen berada di rumah tangga, 1,4 juta ton atau 22,1 persen di penggilingan, 800.000 ton atau 11,9 persen di pedagang, 651.000 ton atau 9,9 persen di Bulog, 300.000 ton atau 5 persen di horeka, dan 37.000 ton atau 0,6 persen di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
“Jadi kalau data produksi itu sudah clear sumbernya dari BPS, tapi perbedaan itu adalah cara penghitungan stok, karena BPS surveinya dilakukan bulan Juni. Kemarin saya hadir dan itu sudah clear, kami duduk bersama menghitung bagaimana neraca beras saat ini. Saat ini teman-teman Badan Pangan Nasional yang sedang diskusi, nanti konfirmasi ke mereka,” ujarnya.
Selanjuntnya: Tipisnya cadangan Bulog mengakibatkan harga beras di pasaran terus naik